Education Quotes

Jendela

Monday, December 14, 2020

RUANG CINTA UNTUK MURIDKU

Setelah sholat subuh dan mengaji, aku seakan berpacu dengan waktu. Bangun sebelum subuh tidak menjamin waktu yang aku butuhkan tercukupi, tetap saja merasa kurang. Kupersiapkan diri diawali dengan mengecek WhatsApp yang menjadi satu-satunya sumber informasi untuk mencari link presensi, yang sengaja disematkan berulang kali untuk memudahkan anggota lainnya dalam group untuk tidak scroll ke atas terlalu jauh. Maklum kumpulan emak-emak, banyak hal yang dibicarakan. Selain itu ada presensi lainnya yang kami lakukan yaitu dengan melalui aplikasi Timestamp Camera, dan yang terakhir uji coba aplikasi terbaru Masook dari Simpatika.

Memulai aktivitas pagi ini di ruang kerja sekaligus ruang kamar, sudah menjadi kegiatan rutinitasku. Ruang sederhana ini seringkali memberikan inspirasi yang tak terduga. Ukurannya tidak terlalu besar, cukup untuk satu kasur spring bed ukuran 120 x 200 dengan ketebalan 30 cm. Lemari pakaian tiga pintu dan satu lemari kecil yang aku gunakan untuk menempatkan beraneka macam barang-barang, termasuk buku, aksesoris dan benda penting lainnya. Serta beberapa tumpukan kontainer yang ditempatkan di sebelah kanan sisi pintu. Ubin lantai warna abu-abu tempo dulu, dengan sebagian tembok bercat kuning. Jendela besar yang ditutupi oleh gorden juga berwarna kuning. Sisi kanannya bertengger hanger dengan beberapa pengait untuk handuk dan pakaian ganti.

Untuk pengingat waktu, kutempatkan jam dinding kira-kira satu meter tingginya di atas konteiner. Tidak ada meja. Aku biasa menulis sambil duduk bersila dengan laptop dan alasnya yang ditempatkan di atas kasur. Terkadang sambil tiduran aku menulis dan memeriksa tugas-tugas yang dikerjakan siswa dengan gedget di tangan. Semua itu tetap memberikan kenyamanan tersendiri. Dan pagi ini, di ruang sederhana ini sebagaimana biasa aku mempersiapkan materi sebelum PJJ dimulai.

Aku memutuskan untuk memberikan tugas akhir dalam bentuk proyek dari materi utama yang sebelumnya sudah disampaikan. Dalam kondisi normal, siswa dapat bekerja berkelompok dan berkumpul untuk menyelesaikan tugas proyek yang diberikan. Tetapi dalam kondisi seperti ini dengan protokol kesehatan yang ketat, tidak akan mudah untuk dilakukan.

Apa yang harus aku lakukan untuk materi ajar berikutnya? Kubuka beberapa file di laptop yang tersimpan apik di salah satu folder, tertulis Nadiyah 2019-2020. Dengan satu klik, terpampanglah beberapa uraian bahan ajar tahun lalu, yang tetap digunakan untuk kukembangkan kemudian. Setelah selesai, seperti biasa aku tak meletakan kembali laptop di tempatnya. Kubiarkan ia tergeletak berlama-lama di atas kasur empukku. Sudah lebih dari tiga tahun si putih bermerek Hp menemani.

Beberapa catatan sudah kutulis berisi langkah teknis yang harus dipersiapkan oleh siswa untuk tugas proyek yang harus dikerjakan berkelompok secara daring. Dimulai dari pembentukan kelompok di group WhatsApp, menentukan tema, membuat dialog, pengambilan gambar (biasanya aku meminta siswa menggunakan foto dirinya sendiri dan kelompoknya, tidak digambar atau mengambil foto dari internet sebagaimana ketentuan tahun lalu), dan aplikasi yang akan digunakan untuk hasil finalnya. Meski demikian beberapa pertanyaan akan muncul, dari mulai yang berkaitan dengan kemandirian diri siswa, sampai hal yang berkaitan dengan komunikasi yang tidak tersambung dengan sesama anggota kelompoknya.

“Bu Nadiyah, saya belum masuk kelompok”. Satu pesan tiba-tiba masuk ke ponselku.

“Silahkan dicek di group WhatsApp kelas ya. Perhatikan, Bu Nad sudah membagi menjadi enam kelompok. Kamu boleh memilih kelompok yang anggotanya masih kosong. Ketik nama kamu di sana”. Satu balasan pesan segera kulakukan, dan beberapa pesan lainnya saling bersautan dengan beragam pertanyaan.

“Bu Nadiyah, boleh ga gambar yang digunakan untuk komik tidak pakai foto, tapi gambar yang ada di aplikasi online?”

“Bu Nadiyah, boleh ga fotonya digambar sendiri ... “.

“Bu Nadiyah, smsku ga dibalas Shinta dari kemarin, bagaimana ya. Terakhir tugas dikumpulkan kapan?” Nada putus asa terdengar dari seberang sana. Memang ada beberapa siswa yang sulit untuk dihubungi dalam satu kelas, apalagi untuk mengerjakan tugas kelompok daring. Perlu kerja ekstra untuk membimbing dan mengarahkannya.

Selama PJJ, aku menghabiskan waktu lebih dari yang seharusnya 5 – 6 jam dalam sehari. Dimulai dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang. Karena ruang kerja dan kamar tidur sekaligus jadi satu, membuatku lebih rileks. Kalau badan terasa mulai pegal, aku rehat sebentar kemudian kulanjutkan kembali.

Tanpa kusadari tiba-tiba sesuatu yang hangat membasahi pipi. Kulayangkan padangan ke seluruh sudut kamar. Ruang sederhana yang kutempati menyimpan begitu banyak cerita manis, ruang untuk membangun mimpi-mimpi. Dari sinilah aku memberikan cintaku pada murid-muridku.


Nadiyah, 14 November 2020 

Dimuat dalam Antologi Pendidikan 26


No comments:

Post a Comment