Education Quotes

Jendela

Wednesday, September 10, 2025

KETIKA AKU MENULIS …

Secangkir teh

Menghangatkan aksara

Di setiap pagi, di puisi-puisiku

Merasuk ke jiwa

Dan menjelma

Ke diriku yang kembali utuh~

Beberapa waktu telah berlalu, tanpa pesan. Pun tanpa notif, mengalir begitu saja. Terkadang seperti air bergemericik, sendu dan begitu indah. Ketenangan membawaku ke tempat yang begitu jauh, meski kata-kata seperti kumpulan mutiara, menunggu untuk dikais, dirangkai menjadi untaian perhiasan yang bertahta dipikiranku. 

Dan … Aku pun bersiap diri, andai air datang seperti bah. Menakutkan dan membuatku tak mampu berkata-kata. Termangu, bernafaspun aku sesak. Hanya zikir yang aku lafalzkan, berbisik-bisik sampai kantuk datang. Mungkin sebagian orang menganggap tidur adalah istirahat yang menenangkan, tapi sebagian lainnya tak mampu untuk memejamkan mata hanya untuk lari dari mimpi-mimpi buruk dan menyakitkan. Betulkah demikian? Terkadang aku tak peduli!

Satu bab telah aku selesaikan. Kata-kata begitu mengasyikan, ditemani secangkir teh aku begitu sempurna. Sebagai seorang perempuan, hidup mandiri. Aku berhasil memerdekakan diri dari berbagai belenggu yang menjadi beban bagi perempuan-perempuan lain di luar sana. Mereka terjebak dalam lingkaran yang menyesakkan, tak ada pilihan selain mengikuti irama yang mereka tak pernah inginkan. Membosankan tentu, berkutat pada rutinitas yang itu-itu saja, tak ada pilihan, tidak ada jalan keluar. Terlanjur pintu-pintu telah terkunci oleh tradisi-tradisi yang memabukkan, bagi kaum yang kuasa atas diri perempuan sejak mereka bahkan sebelum dilahirkan.

Terkadang butuh jalan lain yang tak biasa, mungkin hanya secangkir teh sebagai upaya mencari solusi, pikiran liarku yang tak biasa mengingatkan. Entahlah sejak kapan aku teramat lekat dengan sajian kaum bangsawan itu. Mungkin aku menjadikan secangkir teh sebagai satu-satunya yang menenangkan, sebagai candu. 

“Apakah ada yang aneh di setiap cangkir teh yang aku teguk? Ia begitu Istimewa, dahagaku hilang bahkan memberikan inspirasi yang tak terhingga,” ucapku dalam hati. Terkadang aku berdiskusi panjang dengan diriku sendiri. Apakah aku lebay? Hmm … tiba-tiba sore menyapa, mengingatkan sholat maghrib telah tiba. Kututup laptop, dan bergegas mengambil air wudhu untuk mempersiapkan masa depan yang lebih menjanjikan.

Tidak ada yang mampu memprediksi muara dari kehidupan seseorang sampai dimana akhirnya, seperti bab-bab yang ditulis oleh para penulis apa yang menjadi keinginannya jauh dari harapan pembacanya. Keinginan pembaca mungkin lebih tak terduga, lebih ekstrim-nyeleneh, menginginkan sesuatu yang jauh dari imajinasinya atau khayalannya. Mereka mungkin menggunakan kaca mata yang berbeda. Terkadang pembaca lebih genius! Ketika aku menyaksikan ESARET-Drama seri Turki, aku sudah menyimpan dalam pikiranku beberapa versi. Aku tidak sombang. Aku memiliki banyak versi, dan aku hanya berandai-andai. Mungkin versiku lebih menarik dari penulis aslinya, Ümit Değirmenci dan tim (Bahar Erensayin, Oğuzhan İslamoğlu, dan Başak Yazi Odası). (he he he). 

Digenggamanku hp android, kutekan tombol icon youtube untuk mencari Esaret chanel. Sudah memasuki episode 254. Dan aku selalu menantikan di setiap episodenya dengan penuh antusias.  Bukan karena cerita atau viewnya yang menawan, pemeran utama menghipnotis penontonya. Mereka begitu sempurna memainkan lakonnya. CENK TORUN & MAHASSINE MERABET. Mungkin di lain kesempatan aku akan mengulas drama Turki yang satu ini. 

Beberapa catatan yang mengganggu akan aku sematkan. Beberapa adegan yang aku suka, dan terkadang membuat aku sedikit kesal-terbakar emosi. Ketika aku menyaksikannya logikaku pun juga ikut memperdebatkannya. Apa yang perlu dan tidak perlu. Mana bagian adegan yang seharusnya tidak ada, plot cerita yang seharusnya digambarkan detailnya, mana yang seharusnya dipersingkat. Menulis cerita/scenario juga harus proporsional, bukan soal penonton terpuaskan atau penasaran dibuatnya. Cerita yang buruk membuat pemeran utama akan tampak bodoh. Atau sound effects yang tak sesuai di beberapa adegan, menjadikan setiap bagian scennya terasa hambar.

Aku tak akan membahas itu secara jauh mungkin di lain waktu. Menonton film/drama akan aku lakukan, bukan sekedar memenuhi kebutuhan rohaniku, atau sekedar hiburan. Satu tahapan penting menemukan inspirasi atas tulisan-tulisanku. Aku suka dengan quote yang mereka sematkan dan menjadi bahan renunganku dalam menapak kehidupan yang keras dan terkadang di luar ekspektasiku. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa kata-kata memiliki karakteristik yang begitu unik. Mereka tampak hidup, seakan-akan memelukku dan memberikan beragam warna harapan. Tentu sebagai manusia, kata-kata memberikan banyak makna. Aku tampak begitu utuh, seperti galaksi yang memiliki ratusan miliar bintang-bintang. Kata-kata adalah bintangnya. Aku adalah galaksi di alam semesta. Sebuah sistem masif yang terikat gaya gravitasi yang terdiri atas karakteristik kata-kata yang berbeda yang melekat dan dimiliki. Yah kata-kata terikat oleh gravitasi, mereka mampu melambung tinggi bahkan sampai menembus ke langit ketujuh, dan dapat kembali ke bumi dengan sempurna. Doa yang dipanjatkan. 

Aku suka, ketika aku mengatakan bahwa aku adalah salah satu galaksi yang ada di alam semesta. Dan kata-kata adalah miliaran bintang-bintangnya. Itu berarti bahwa aku akan mampu menulis sebanyak yang aku inginkan, tapi aku bukan Imam Suyuthi pengarang dari 600 kitab yang memanfaatkan waktunya dengan sangat baik. Beliau lahir tahun 1445 M dan wafat tahun 1505 M. 60 tahun, selama hidupnya beliau telah menghabiskan waktu untuk hanya hal-hal yang bermanfaat, Allah SWT merahmatinya! 

Aku tak pernah membayangkan tentang malam-malam yang kuhabiskan, tidur berselimut kata-kata. Bukankah manusia akan terganggu atau merasa nyaman dengan kata-kata yang menari-nari di kepala, terucap dari mulut orang lain? Kata-kata juga membuat kita tertawa terbahak-bahak seolah-olah dunia penuh dengan keceriaan. Terkadang aku sedih, mengapa kata-kata begitu berkuasa. Lihatlah para pejabat, mempermainkan nasib jutaan rakyatnya hanya dengan kata-kata, begitu ringannya seolah-olah neraka atau hukuman Tuhan tak akan datang mendera mereka. Mungkin aku harus menunggu akhir dari hidup mereka, siapa yang tahu.

Tak terasa aku telah menulis 1000 lebih kata, malam sudah larut tapi aku masih ditemani secangkir teh. Untuk usiaku yang tidak muda bukankah minuman berkafein, seperti teh tak baik untuk kesehatanku? Dapat mengurangi kualitas tidur? Ahhh … lagi-lagi aku tak peduli! Satu hal yang masih aku pedulikan adalah kata-kata, mereka seperti makhluk hidup. 

Hanya saja jenisnya seperti apa aku belum tahu. Andai ada kamera resolusi tinggi yang mampu mengidentifikasi bentuk atau karakter dari kata-kata, mungkin aku akan sangat berterima kasih. Aku harus menggunakan kemampuan fotografi makro sehingga menjangkau objek yang lebih halus sekalipun. Mungkin kata-kata memiliki duri atau tanduk, memiliki warna yang sempurna dan indah. Siapa yang tahu … .

Jakarta, 10 September 2025


Tuesday, February 15, 2022

BERTANYA ITU SENI

Ada pertanyaan? Atau ada yang ingin disampaikan? Sesi tanya jawab biasanya saya ajukan diawal pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi pada pertemuan sebelumnya. Atau di pertengahan penyampaian materi, sebelum berlanjut pada bagian materi berikutnya. Dan diakhir penyampaian materi, sekitar lima belas menit sebelum jam pelajaran berakhir. Biasanya akan muncul beragam pertanyaan yang diajukankan siswa, dari mulai yang ringan seperti : Bu Nadiyah, batas pengumpulan tugas kapan? Tugasnya diringkas atau membuat kesimpulan saja? Kelompok atau perorangan? ... . Atau lainnya.

Bertanya memerlukan keberanian, dan tentu saja merupakan bagian dari seni. Karena adanya faktor pembiasaan di lingkungan keluarga,  sekolah atau tempat lainnya yang memungkinkan siswa/anak untuk dapat mengekspresikan dirinya, mereka merasa nyaman ketika diberikan kebebasan dan kesempatan sehingga mampu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan memberikan pendapatnya. “ Kalau di rumah, saya berikan kebebasan kepada anak saya untuk membaca buku apa saja, kebebasan untuk berpendapat. Terkadang saya juga terkaget-kaget dengan pemikiran yang dimiliki oleh anak saya itu”. Salah satu curhatan orang tua siswa ketika anaknya mendapatkan Sertifikat Apresiasi atas keaktifannya dalam mengikuti pembelajaran PPKn.

Selain itu hal lain yang juga mendapat perhatian dalam upaya untuk merangsang siswa untuk bertanya atau berpendapat dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 mewajibkan para siswa untuk membaca buku minimal 15 menit sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Esensi dari kebijakan ini adalah bahwa kegiatan membaca perlu dibiasakan sebagai rutinitas harian, memperkaya pembendaharaan kosakata yang nantinya akan menentukan kemampuan siswa dalam memahami bacaan sehingga bukan hanya terampil berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, termasuk di dalamnya kemampuannya untuk bertanya.

Pagi ini sebagaimana biasa sebelum dimulainya aktivitas belajar di kelas, saya memberikan beberapa materi yang akan dipelajari sebagai modal untuk siswa membaca. Dengan modal tersebut diharapkan siswa akan terangsang untuk berpendapat atau bertanya. Sehingga terjalin komunikasi atau diskusi antara guru dengan siswa, atau siswa lainnya dapat menanggapi apa yang disampaikan oleh temannya. Setelah itu barulah guru memaparkan materi yang akan disampaikan. 

Mungkin bagi sebagian siswa materi pembelajaran PPKn begitu menarik, apalagi jika berkaitan dengan sejarah. Ada rasa bahagia ketika ada siswa yang menulis di kolom topik yang akan disampaikan pada materi pada pertemuan berikutnya, yang biasanya saya posting di Forum Madrasah E-learning. “Aku suka sejarah ... “. Dan beberapa ‘LIKE’ bermunculan kemudian. 

Bagi siswa yang tertarik dengan materi yang dipelajari, siswa akan berusaha menarik benang merah apa yang disampaikan oleh gurunya.  Mampu berpikir kritis dan mempengaruhi siswa lainnya untuk bertanya atau berpendapat. Metode yang digunakan dalam pembahasan materi ajar sangatlah menentukan. 

“Bu, pada usia berapa Haji Agus Salim mendapat tugas mewakili Indonesia ke Perancis oleh Presiden Soekarno?”.

“Apakah Jepang tidak memikirkan resikonya, bu. Ketika bersekutu dengan Indonesia?

 

Nadiyah

Januari 2022, naskah pilihan dimuat dalam Antologi Opini Pendidikan KMA OP 35

Wednesday, December 29, 2021

GURU DAN ENERGI

Bertemanlah dengan orang-orang yang memiliki banyak energi positif supaya asupan energi diri kita juga tercukupi, sehingga tumbuh kreativitas dan tak pernah berhenti untuk berinovasi dan berbagi. Dari itu semua yang terpenting adalah kita juga dapat menyebarkan energi positif kepada anak didik kita. nad~

Judul di atas aku sematkan sebagai upaya mengingatkan kembali, apa yang dikerjakan atau dipikirkan seorang guru dalam kesehariannya. Asli, untuk tema kali ini aku sedikit mengalami kesulitan untuk memilih mana judul yang sesuai dengan tema sgis_kma_op 34. Aku mulai mengingat dan menata kembali apa saja yang pernah atau sedang aku lakukan dalam rangkaian untuk tetap menjaga dan meningkatkan energiku sebagai guru. Guru harus memiliki energi lebih agar dapat mampu berbagi ke rekan kerja atau kepada murid-murid, serta lingkungannya. 

Salah satu kebiasaanku yang paling menyenangkan adalah men-searching hal-hal menarik yang dimiliki oleh orang-orang hebat dan sukses. Bukan soal materi/kekayaan atau lifestyle yang mereka punya dan jalani, melainkan kata-kata yang bermakna dan berenergi yang mereka punya, yang mampu mempengaruhi siapa pun. Tentang kepercayaan diri yang terbangun, tentang bagaimana mereka menyelesaikan problem, menghadapi tantangan dan strategi yang mereka miliki. Sungguh itu semua merupakan energi, setiap dari kita harus memilikinya!

Aktifitas keseharianku selain mengajar, melakukan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari hobiku, terlibat dalam beberapa komunitas, chatting atau hanya sekedar sharing apa pun itu yang sifatnya ringan, yang terkadang membuatku tersenyum atau hanya sekedar menambah info atau lainnya. Tapi satu hal yang utama sebagai guru, aku mencari “energi”. Karena seorang guru itu harus memiliki lebih dari siapa pun, bahkan menjadi charger energi, dan harus diisi full untuk mempersiapkan diri sebelum memulai aktifitas hariannya yang begitu banyak. 

Pernah suatu hari seorang scammer mengirimkanku sebuah foto pria penuh karisma, yang diaku sebagai foto dirinya. Percaya? Tentu tidak! Tampilan yang sempurna membuatku curiga. Melalui Images Google--searching foto di web, dengan mudah foto yang dikirimkannya aku dapat melacaknya siapa pria tersebut. Seorang entrepreneur dan blogger! Dan sesuatu yang menarik aku temukan, ketika pria berkarisma itu melakukan wawancara dengan seorang wanita tangguh dan sukses di salah satu official website-nya. Pandangannya tentang kehidupan sungguh menarik perhatianku. Dan aku pun menyimpulkan, hal ini juga dapat diterapkan dalam kehidupan siapa pun, termasuk guru. Yah, mereka mendiskusikan tentang “énergi”. 

Guru harus memiliki energi lebih, bagaimana pun itu. Hal pertama yang terbesit dipikiranku, ketika mengajar adalah bagaimana caraku untuk memberikan dorongan kepada murid-muridku, bukan tentang materi pembelajaran yang terpenting, melainkan bagaimana mereka termotivasi untuk tetap bersemangat dalam belajar di tengah kondisi apapun. Dalam pandangaku, murid-muridku harus melihatku sebagai seseorang yang memberikan pancaran energi yang kuat dan tentunya juga memberikan pengaruh yang baik, sehingga kehadiranku menjadikan mereka mampu melakukan aktifitas di kelas dengan penuh antusias. Sama halnya  dengan diriku sendiri, aku pun harus berada di tengah orang-orang yang memiliki energi, tidak toksin dan menjaga supaya asupan energiku dapat juga terjaga dengan baik. 

Apa yang ada di kepala setiap murid ketika guru yang mereka hadapi tidak memiliki energi yang cukup, sebagaimana yang mereka butuhkan? Guru tidak cakap, kurang memiliki skill--untuk kondisi sekarang hal ini berkaitan dengan IT, perilaku yang buruk--kasar, tidak mampu memahami apa yang inginkan murid-muridnya dan lain sebagainya. Begitu pula ketika aku duduk di bangku sekolah, hal yang aku perhatikan dari diri seorang guru adalah energi yang ditampilkan, bukan materi pembelajaran. Mungkin materi pelajaran hanya sekitar 15% yang mampu ditangkap atau diserap oleh murid, selebihnya adalah motivasi atau strategi dalam belajar. Karena energi yang dimiliki oleh seorang guru dapat memberikan dorongan yang lebih dibandingkan dengan hanya sekedar materi yang disampaikan. 

Pada akhirnya sebagai guru, aku pun berupaya menjaga dan meningkatkan energi yang aku miliki dengan baik dengan cara melakukan berbagai kegiatan positif termasuk di dalamnya mempelajari hal-hal baru melalui keterlibatanku dalam berbagai komunitas, yang nantinya ini pada akhirnya akan menjadi charger energi bagi murid-muridku.~

 

Nadiyah

Desember 2021, naskah pilihan dimuat dalam Antologi Opini Pendidikan KMA OP 34


Friday, November 5, 2021

GURU DAN RUANG AJAIB

Kelas adalah ruang ajaib, siapa pun dapat membangun mimpi-mimpi. Perubahan dunia dimulai dari sana. Dan gurulah yang menjadikan setiap ruang kelas sederhana menjadi sesuatu yang berbeda dan istimewa. nad~

Semua hal tentang sekolah tidak ada yang tidak menarik, semuanya meninggalkan kesan yang mendalam terutama guru dan tingkah pola teman-teman penghuni kelas, yang dapat menentukan hitam putihnya masa depan. Kalau mau jujur ada begitu banyak cerita menarik di kelas, dari mulai penghapus papan tulis berterbangan seperti layaknya UFO, yang berupaya mencari tempat yang tepat untuk mendarat. Ada makhluk kecil putih ajaib yang mampu mencerahkan, karena tanpanya tidak ada informasi apapun yang tertulis di papan tulis. Serta Rotan dan penggaris panjang berjejer di dekat meja guru. Masing-masing semuanya memberikan kontribusi bagi “pembentukan karakter—kedisiplinan”. Dan kita sebagai murid menikmatinya dengan suka cita. Tidak ada protes, semua dihadapi dengan santai, meski terkadang hanya tersenyum kecut, tapi kami tetap senang dan bahagia.

Mendapatkan nilai tinggi pada mata pelajaran tertentu adalah suatu hal yang menyenangkan apalagi jika diperoleh dengan kerja keras, hasil belajar yang dilakukan secara kontinyu. Melalui kegiatan membaca dan berlatih setiap hari. Tentu tidak akan menjadi sesal, bahkan memberikan begitu banyak inspirasi untuk melakukan kegiatan berikutnya, lagi dan lagi. 

“Waktu saya SD, ketika saya membaca buku sejarah, yang saya perhatikan itu kata per kata, per kalimat. Saya hafal bahkan sampai titik komanya. Sesuai apa yang ada dalam teks buku sejarah. Begitu yang bapak saya ajarkan”. Guru kelasku Pak Syarif (bukan nama sebenarnya) memberikan rahasia besarnya kepada aku dan teman-teman sekelas, pada waktu itu aku duduk di kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI). “Bagaimana kalau tidak hafal? Saya dapat hukuman”, lanjutnya tanpa ekspresi. Suaranya memberikan suatu penekanan, kalau memiliki keinginan untuk menguasai suatu hal belajarlah yang tekun dan bekerja dengan keras. Dan kata-kata yang diucapkan oleh guruku itu masih terngiang di telingaku. Sampai kemudian aku duduk di bangku Tsanawiyah. 

Salah satu kebiasaan baik yang aku lakukan setelah pulang sekolah (tentunya setelah makan dan sholat zhuhur) adalah duduk manis di atas tempat tidur dan membaca buku pelajaran yang aku suka, sejarah--mungkin karena aku tipe pribadi introvert, yang senang menghabiskan waktu berlama-lama sendirian. Dan itu kulakukan hampir setiap hari, jika setelah selesai membacanya aku akan mengulangnya lagi dan lagi sampai beberapa kali, bahkan mungkin lebih dari 70 kali! Sehingga tak heran aku sangat begitu hafal nama tokoh, tahun dan peristiwa secara detail. Dan anehnya aku tak pernah bosan.

Ketika ujian semesteran tiba, aku begitu yakin dan percaya diri dalam mengerjakan soal-soal ujian. Kujawab semua soal dengan baik, dan tak butuh waktu lama aku dapat menyelesaikannya. Saat itu aku begitu bahagia, dan tak sabar untuk melihat hasilnya. Aku tidak tahu apakah lembar ujianku dikoreksi atau tidak, yang ada dalam pikiranku pada waktu itu adalah aku begitu yakin akan memperoleh nilai sempurna, karena aku dapat menjawab soal-soal yang tersaji dalam naskah soal ujian itu dengan sangat baik.

Selain sejarah, aku begitu menyukai pelajaran Tata Negara--diantara sekian banyaknya mata pelajaran yang tersedia. Jurusan yang aku ambil adalah ilmu-ilmu sosial. Sebenarnya pelajaran ini begitu sulit, dengan penggunaan bahasa yang baku, penuh dengan berbagai istilah asing, terutama bahasa Belanda dan Jerman. Kebetulan di Madrasah Aliyah juga menyediakan mata pelajaran pilihan bahasa Jerman, dan pada akhirnya aku dapat menikmati kedua mata pelajaran tersebut.

Mengapa aku begitu suka dengan pelajaran Tata Negara? Bukan hanya karena suka akan materi pelajarannya, tapi mungkin semuanya. Termasuk guru dan cara mengajarnya yang begitu runut. Meski menggunakan media yang begitu sederhana. Sehingga bagiku mudah untuk mempelajari materi tersebut, tak heran nilai yang aku peroleh di setiap ulangan mendapatkan hasil yang hampir sempurna, di atas rata-rata sembilan puluhan. Berbekal dari apa yang aku peroleh, dari sinilah aku gantungkan cita-citaku untuk mengambil jurusan yang sesuai dengan minatku. Yang di kemudian hari menjadi lompatan besar bagiku, dan pada akhirnya aku dapat mengampu materi pembelajaran PPKn.

 

Nadiyah

Oktober 2021, naskah pilihan dimuat dalam Antologi Opini Pendidikan KMA OP 33

Tuesday, October 5, 2021

SURGA UNTUKMU, BU GURU!

Mendapatkan guru kelas yang bijak dan penyabar adalah keberuntungan tersendiri bagi adikku. Di saat kelas lain tidak memperbolehkan orang tuanya ikut serta masuk ke dalam kelas mendampingi anaknya, bu guru Shinta justru memperbolehkannya.

Cerita hari pertama masuk sekolah mengingatkanku pada adikku, yang pada waktu itu berusia 7 tahun. Dan sudah waktunya untuk masuk sekolah SD. Dibandingkan dengan adik-adikku yang lain, adikku yang satu ini memiliki keistimewaan. Sejak usia 5 tahun dalam satu bulan ia mengalami sedikitnya tiga kali sakit panas di setiap bulannya, dan ini berlangsung cukup lama. Tentu ini berimbas pada penglihatannya. Dia harus menggunakan kacamata untuk membantu penglihatannya, agar tampak lebih baik. 

Sebagaimana anak pada umumnya, hari pertama sekolah diantar dan di dampingi oleh orang tuanya. Begitu pula adikku diantar oleh ibuku. Aku dapat merasakan perasaannya pada waktu itu. ketidaknyamanan, rasa takut yang menyelimuti hatinya, dan ketidakpercayaan dirinya, ditambah dengan kacamata tebalnya itu. Sehingga ia tidak mau dilepas begitu saja oleh ibuku. Jadilah lebih dari delapan bulan ibuku mendampinginya, tidak di luar kelas melainkan di dalam kelas. Beruntung guru kelasnya memberikan kelonggaran dan toleransi yang tinggi, meskipun ada beberapa orang tua siswa lainnya yang mengajukan protes atas keputusannya itu.

Hampir setiap hari berbagai macam cerita yang aku dapatkan dari ibuku tentang adikku itu dan gurunya, bu guru Shinta (bukan nama sebenarnya), sungguh sangat menarik, menginspirasi dan menggugah kesadaranku. Terkadang di saat luang, ibuku tak akan bosan-bosan untuk mengulang cerita tentang bu guru Shinta itu lagi dan lagi. Seolah-olah sebagai reminder untukku, andai suatu hari nanti aku menjadi seorang guru. 

“Untung adikmu dapat guru kelas bu Shinta, coba kalau dapat guru kelasnya bu Ratih, adikmu ga akan sekolah. Setiap kali ada anak yang menangis, bu guru Ratih tidak akan segan-segan mengeluarkan anak tersebut ke luar kelas dan menutup pintu kelasnya dengan rapat”. Dengan kata-kata tandas yang dilontarkan ibuku menunjukkan bahwa guru kelas adikku itu begitu hebat, ideal, dan tampak begitu sempurna. Dan aku menangkap pesan implisit yang disampaikannya kepadaku, bahwa untuk menjadi guru ideal contohlah bu guru Shinta. Siapa yang pernah menduga pada akhinya suatu hari aku menjadi seorang guru, dan peristiwa ini semakin melekat di memoriku.

Betapa hebatnya bu guru Shinta di mata ibuku. Ibuku dengan sangat cermat menggambarkan kedua guru kelas dengan sangat baik. Bu guru Shinta tipe guru yang penyabar, toleran dan sepertinya mengerti tentang bagaimana menghadapi peserta didik seusia adikku, apalagi diawal tahun ajaran baru, semua akan tampak begitu asing dan butuh waktu untuk beradaptasi. Bukan berarti bu guru Ratih buruk, tidak. Yang aku tangkap keduanya memiliki kelebihan. Bedanya bu guru Ratih disiplin dan tegas. Dia tidak akan membiarkan kelas yang diampunya riuh penuh dengan suara-suara berisik dari peserta didik, yang berteriak, menangis, tidak tertib dan lain sebagainya. Yang diinginkannya setiap peserta didik dapat menerima materi pelajaran dengan tertib, tanpa adanya gangguan dari peserta didik lainnya, sehingga tercapai target sesuai tujuan yang hendak dicapai. 

Sedangkan bu guru Shinta, ia akan membiarkan peserta didik menangis, berteriak memanggil orang tuanya yang berada di luar kelas, atau bersikap tidak tertib dan acuh. Mungkin dipikirannya, apa yang dilakukan oleh peserta didiknya itu hanya bersifat sementara, setelah 3 hari atau seminggu mereka akan mampu beradaptasi dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Baginya peserta didik harus diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dan mengenal lingkungan kelasnya dengan baik. Pada akhirnya berkat kebijaksanaan guru kelasnya, adikku mampu mengikuti pelajaran dengan baik, sampai pada akhirnya ia mampu untuk menjadi pribadi yang mandiri.

Siapa yang menyangka peristiwa ini meninggalkan bekas yang begitu dalam dibenakku. Tanpa ibuku sadari telah mengajarkan sesuatu yang lebih berarti dari hanya sekedar peserta didik menerima materi pembelajaran. Sikap seorang guru dalam memperlakukan peserta didiknya adalah hal yang utama. Bagaimana seorang guru harus mampu menciptakan rasa nyaman, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, sehingga tumbuh kepercayaan diri peserta didiknya, dan dengan sendirinya mereka akan mampu beradaptasi di lingkungan yang baru, menerima pelajaran dengan baik, dan senyum merekah di wajah-wajah mereka.~


Nadiyah, Jakarta 20 September 2021

Naskah pilihan dimuat dalam Antologi Guru Menulis KMA OP 32


Sunday, August 29, 2021

JEJAK-JEJAK YANG TERTINGGAL

Ketika kumpulan kata-kata bertemu dalam sebuah buku, artikel, quote orang-orang terkenal atau entah apa  namanya, apa yang ada dalam pikiranku ketika aku pertama kali menemukannya? Sesuatu yang menarik dan menakjubkan tentunya! Kumpulan kata-kata membawa dan menuntunku ke dalam sebuah tempat asing,  namun seolah-olah aku berada di dunia yang  membuatku begitu ringan. Perlahan bebanku menghilang. Dimana aku dapat melepaskan semua letupan-letupan besar yang ada dalam jiwaku.

Ada beragam kisah antara aku dan buku. Semuanya memberikan kesan tersendiri di hati. Buku adalah obat mujarab, ketika aku berada dalam titik terendah dalam hidup. Hal pertama yang aku cari adalah buku. Terutama buku-buku yang bertemakan tentang bagaimana untuk membangun kepercayaan diri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki menjadi sebuah kekuatan.  Yang memuat beragam cerita yang menarik tentang perjalanan hidup seseorang.

Dan aku pun dapat berjalan tegak, seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi padaku. Dan aku pun dapat mengisi hari-hari dengan lebih bermakna, mengambil bagian dan terlibat dalam berbagai kegiatan dan komunitas. Dan pada akhirnya aku dapat membebaskan diriku, berdamai pada diri sendiri. Setiap manusia pasti mengalami, dan mereka mampu keluar dari jebakan hidup yang terkadang mereka ciptakan sendiri. 

Buku membawa keakraban. Siapa yang tidak kenal dengan buku SD legendaris yang ditulis oleh Siti Rahmani Rauf. Ini budi ... . Ini Ayah budi ... . Wati kakak Budi ... . Keakraban terbangun selepas magrib ketika ayahku mengajari satu per satu kakaku yang sudah mulai memasuki sekolah SD. Sedangkan pada waktu itu aku belum sekolah, hanya memperhatikan bagaimana ayahku dengan penuh perhatian menuntunnya untuk mahir membaca, dan mengisi waktu terbaiknya pada kami semua. Yah hanya itu yang aku ingat. Tapi semuanya sangat berkesan dan tersimpan begitu mendalam di memori.

Sebuah buku ibarat bagian kecil dari sebuah puzzle. Aku teringat ketika aku duduk di bangku Tsanawiyah, bersama saudara-saudaraku hal yang paling disukai melakukan permainan puzzle. Menyusun bagian-bagian kecil menjadi satu kesatuan yang utuh. Adu kecepatan, dan biasanya kami saling meledek satu sama lain, kalau di antara kami paling lambat dalam menyelesaikan permainan ini, begitu serunya kami pada waktu itu. Belakangan aku tahu bahwa selain menyenangkan permainan ini mampu mengasah kemampuan kognitif, mengembangkan ketrampilan motorik halus, melatih koordinasi mata dan tangan. Dan yang terpenting melatih ketrampilan emosional dan mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah. 

Yah, buku adalah bagian (piece) dari sebuah puzzle tentang kehidupan. Apa yang aku baca, perlahan namun pasti akan menemukan titiknya. Ada satu buku yang membuat aku penasaran akan kelanjutannya. Bagaimana akhir dari kumpulan beberapa informasi yang tersaji dalam buku tersebut nanti pada akhirnya. Kamu tahu buku apa yang aku baca pada waktu itu, dan tak bosan aku mengingatnya? Mungkin kamu tak akan percaya, buku itu tentang tanda-tanda akhir zaman. Tapi aku lupa judul persisnya. Yang jelas buku itu memberikan banyak pertanyaan-pertanyaan di benakku. Terutama tentang makhluk Ya’juj dan Ma’juj! 

Ada satu kenangan ketika aku membaca buku ini, kebetulan tetanggaku yang bersebelahan dengan rumah keluargaku menjadikan samping rumahnya untuk memasak (padahal di dalam rumahnya terdapat ruang dapur), persis bersebelahan dengan paviliun, tempat dimana biasanya aku dan kakaku menghabiskan waktu untuk membaca buku. Meski dibatasi oleh tembok yang tingginya satu setengah meter, namun ketika aku membaca buku, suaraku akan terdengar olehnya. Sambil memasak tetanggaku mendengar apa yang aku baca, dan akan protes kalau aku mengecilkan volume suaraku. Jadilah secara bergantian aku dan kakaku membacakan buku tersebut yang lumayan tebalnya lebih dari 200 halaman. 

Cerita tentang Ya’juj dan Makjuj tidak berhenti sampai di situ saja. Muncul berbagai macam pertanyaan dipikiranku, makhluk jenis apakah Ya’juj dan Ma’juj itu yang selalu membuat kerusakan di muka bumi? Ketika aku menonton film The Hobbit yang ngebooming di tahun 2012, 2013 dan 2014, film seri yang merupakan prekuel dari trilogi film The lord of the Rings. Pikiranku tertuju pada kumpulan makhluk yang berbentuk aneh dan menyeramkan, Goblin. Bertubuh gemuk dan lembek. Mereka hidup dengan cara merampas dari orang-orang yang melewati pegunungan berkabut, di mana mereka tinggal, dan digambarkan sebagai “bandit”. Apakah ini yang dinamakan Ya’juj dan Ma’juj?

Sejenak pikiranku tentang dua makhluk yang juga disebutkan dalam Qur’an (QS. Al-Kahfi dan Al-Anbiya) tersebut terlupakan. Hari-hariku selanjutnya terisi dengan berbagai kegiatan antara di sekolah dan di rumah. Akan tetapi sebagai orang yang beriman, yang mempercayai akan datangnya hari akhir dan tanda-tandanya, tentu tidak akan begitu saja menghilangkan ingatan tentang kisah-kisah Dzul Qarnain dan dua makhluk kejam dan perusak, mereka tinggal diantara dua gunung. Sampai pada akhirnya perlahan namun pasti, pertanyaanku tentang dua makhluk misterius tersebut sedikit demi sedikit terkuak. Ketertarikanlah yang membuat aku tetap konsisten mencari tahu tentang Ya’juj dan Ma’juj.

Salah satunya adalah melalui Imran Nazar Hosein, seorang pakar eskatologi Islam (studi tentang akhir zaman) dari Trinidad dan Tobago, menjelaskan tentang siapa Ya’juj dan Ma’juj. Melalui pendekatan pra-pemahaman dan metodologi yang beliau gunakan. Beberapa ceramahnya tersedia dalam video Youtube pernah aku ikuti.


Nadiyah, Agustus 2021, Naskah pilihan dimuat dalam Antologi Opini Pendidikan 31 (Penyunting : Eka Wardana)


Wednesday, June 23, 2021

“ ... BAHKAN AKU PUN BERDISKUSI DENGAN HUJAN”

Tema apa yang akan aku tulis, andai tidak ada satu pun teori menulis yang disajikan oleh pemateri? Banyak kepala akan berpikir keras, termasuk diriku. Sebenarnya banyak ide-ide yang bertebaran di sekelilingku, andai aku mau sedikit saja meluangkan waktu untuk memperhatikan peristiwa apa saja yang terjadi pada hari-hari yang telah dan sedang kujalani, termasuk ketika mentari pagi mulai menampakkan batang hidungnya di akhir bulan Mei ini. Ada apa dengan bulan Mei? Atau hujan yang turun tanpa pernah siapa pun mengundangnya. 

Semua dapat dijadikan bahan untuk menulis, apa pun itu. Ibarat mata air, seorang penulis tidak akan kehilangan ide-ide briliannya. Apa pun dapat dijadikan bahan untuk menulis. Bukankah sorang penulis harus siap sedia atas 1001 kemungkinan? Seorang penulis memiliki hak prerogatif atas dirinya untuk apa yang ditulisnya. Dan itu adalah modal utama yang harus dimiliki oleh seorang penulis, karena menulis adalah suatu kegiatan yang membutuhkan kreativitas lebih. Di tangan seorang penulis sesuatu yang biasa menjadi begitu istimewa. Berpikir out of box menjadi keharusan bagi seorang penulis. 

Bayangkan andai sorang penulis memiliki standar yang biasa-biasa saja, mungkin hasil karyanya tak akan diminati oleh siapa pun. Mungkin juga aku dan jutaan penonton di muka bumi tidak akan tertarik untuk menonton drama Korea, andai konten dari script yang ditulis oleh si penulisnya begitu datar, alur cerita yang membosankan dan tidak ada daya kreatif yang mumpuni di dalamnya. Tidak akan pernah menjadi trend dan nge-booming, dan diminati oleh semua kalangan di tanah air mau pun manca negara. Bahkan tidak akan pernah menghipnotis siapa pun. Kreativitas yang dimiliki oleh penulis menjadi penentu kuat menarik atau tidaknya sebuah cerita atau skenario yang ditulis. Aku pun dapat membandingkan perbedaan antara drama seri Meteor Garden versi Taiwan dan Korea. Meskipun memiliki alur cerita yang sama, namun disajikan dengan amat sangat berbeda. 

Jika kamu memiliki ide yang kamu pikir benar-benar bagus, jangan biarkan beberapa orang “idiot” itu menghentikanmu. Stan Lee~ Ingat Spider-Man, makhluk unik yang diciptakan oleh Stan Lee dan artis Steve Ditko. Yang menjadi salah satu pahlawan super terkenal di dunia? Sebuah video inspirasi mengisahkan tentang perjalanan Stan Lee, sebagai penulis dan tokoh khayalannya, Spider-Man. Diawali dengan aktivitas sederhana yang dilakukan oleh Lee, bermula ketika Lee memperhatikan seekor lalat yang sedang merayap di dinding. Kemudian muncul ide dan berkembanglah imaginasi liarnya. Di kemudian hari Spider-Man menjadi pahlawan super yang melegendaris. Spider-Man ditulis dalam dua versi, komik dan film. Tidak mudah bagi Lee untuk mewujudkannya, dibutuhkan kerja keras dan keyakinan. 

Tentang bagaimana aku mendapatkan ide-ide untuk menulis? Put yourself in somebody’s shoes/place, seolah-olah aku dapat merasakan kepedihan yang amat dalam yang dirasakan seseorang hanya karena aku membaca detail kata-kata yang tertulis dalam sebuah novel, artikel-artikel tentang masalah-masalah sosial, hasil reportase ataupun penelitian. Film atau drama yang aku saksikan, curhatan seorang teman atau seseorang yang diposisikan sebagai korban. Tidak mudah memposisikan diri ke orang lain, dibutuhkan observasi dan empati yang dalam. Untuk menulis tentang satu tema puisi saja bahkan dibutuhkan berlembar-lembar sumber bacaan yang harus dibaca sebagai referensi, sehingga aku dapat menuangkannya ke dalam bait-bait (Puisi “Human Trafficking 1-16, yang kutulis sekitar tahun 2007). 

Semua hal di dunia juga ternyata memiliki jiwa tidak hanya makhluk yang bernyawa, pun termasuk hujan, angin, matahari, bulan dan malam. Sebenarnya tidak ada alasan bagiku untuk mengeluh tentang hujan yang terjadi di setiap musimnya. Meski Climate Change (perubahan iklim) menjadikan hujan tak mematuhi sesuai jadwalnya. Aku merasakan hujan memberikan sesuatu yang amat spesial. 

Tetesan hujan menceritakan

Betapa indahnya mimpi-mimpi kita.~

Betapa syahdunya perasaanku ketika di tengah perjalanan menuju tempat kerja, di atas kendaraan roda dua, atau ketika aku berada di dalam pesawat ketika melakukan traveling, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Aku begitu menikmati irama yang mengalun dan bait-bait dari setiap tetesannya di balik jendela. Atau ketika aku terjebak kemacetan di suatu tempat menuju pulang. Sungguh aku merasakan ada keriuhan kegembiraan dan kepedihan sekaligus, yang ia ingin sampaikan. Bahkan setiap tetesannya kurasakan sebagai sebuah kerinduan yang teramat mendalam. 

Oktober

Hujan pertama turun

Setiap rintikan menyemaikan

Benih-benih kerinduanku~

Hujan adalah inspirasi. Andai aku mau mengambil waktu untuk mendengarkan lekat-lekat dan merenungkannya, tentu saja hujan akan berbicara dan bahkan mungkin berdiskusi tentang banyak hal padaku. Pastinya ia akan merasa lepas dan bebas bercerita tentang apa pun yang ia inginkan. Termasuk tentang mimpi-mimpinya, tentang harapan terpendamnya, tentang kisah-kisahnya. Dan bahkan mungkin tentang rahasia besarnya. Andai aku mau ... .~


Nadiyah, naskah pilihan di muat dalam Antologi Guru Menulis KMA OP 30. Jakarta, 23 Juni 2021